Konsep Ketuhanan Agama Ibrahimik

513458202_640Sejak Zaman Yunani Klasik manusia didorong oleh nalurinya berusaha mencari sebab dari segala sesuatu, manusia terdorong untuk mencari sebuah jawaban untuk menjawab segala misteri alam dan akibat-akibat yang terjadi pada realitas. Filosof terdahulu seperti Thales dan lainnya berusaha menjawab segala persoalan tersebut untuk mencari sebab dari segala sebab atau prima kausa. Entitas yang tidak terbatas ini menurut para filosof menjadi sebab pertama yang sifatnya tidak terbatas, karena tidak memerlukan sebab sebelumnya, ia hanya menjadi sebab tidak memiliki sifat akibat, bagi para orang beriman inilah yang mereka sebut dengan Tuhan. Pengakuan keberadaan prima kausa adalah masalah utama dalam setiap agama dan filsafat, agama tanpa kepercayaan kepada Yang Tertinggi tidak disebut sebagai agama. Filsafat sama hal nya dengan agama bahwa pembahasan yang muncul sebagai yang pertama adalah terkait dengan metafisika. Continue reading

Akar Gerakan Takfiri di Indonesia

          url Gerakan takfiri menjadi sebuah ancaman baru bagi seluruh Negara di dunia yang memberikan gambaran yang negative terhadap ajaran agama islam yang dipandang mengajarkan kekerasan. Para takfiri tanpa mereka sadari mengubah agama islam dari sebuah agama menjadi ajaran ideology. Pada akhirnya islam menjadi senjata politik untuk mendiskreditkan dan menyerang siapapun yang pandangan politiknya dan pemahaman keagamaannya berbeda dari mereka. Jargon memperjuangkan islam pada dasarnya adalah memperjuangkan suatu agenda politik tertentu dengan menjadikan islam sebagai kemasan dan senjata. Langkah ini menjadi sangat ampuh karena setiap yang melawan mereka akan dituduh melawan islam. Padahal jelas tidak demikian faktanya. Kita harus sadari jika islam diubah menjadi ideology politik ia akan menjadi sempit karena dibingkai oleh batasan-batasan ideology dan platform politik. Karena watakdasar tafsir ideology politik adalah menguasai dan menyeragamkan. Dalam bingkai inilah aksi terhadap pengkafiran sering dituduhkan pada orang lain yang berseberangan dengan mereka. Continue reading

Teori Pengetahuan Comparative (Plato, Aristoteles, Ibn Sina dan Mulla Shadra)

_60921845_brain_activity-smaller

Para filosof sejak zaman yunani kuno sampai zaman postmodern saat ini membahas mengenai realitas dan berusaha mengartikulasikan realitas menjadi definisi yang dapat dipahami setiap orang melalui terma-terma. Rasio menjadi cahaya bagi manusia untuk melihat kemisterian dari sesuatu yang tidak ketahui sebelumnya dan bergerak untuk menjadi mengetahuinya. Pembahasan mengenai hakikat sesuatu adalah tujuan dari filsafat yang dijuluki sebagai “mother of science” cara untuk mengetahui hakikat sesuatu meniscayakan lahirnya epistemology, sehingga epistemology adalah sebuah keniscayaan dalam Filsafat, sehingga dapat dikatakan kapan pencetusan epistemology itu lahir ? yaitu dapat diberikan jawaban saat manusia berfilsafat. Filsafat berusaha memahami realitas menggunakan nalar (ratio) sehingga butuh akan sebuah pendetakan (approach) yang memberikan warna pada setiap pemikiran para filosof dan mengartikulasikan pemikirannya dengan terma-terma yang mengikat agar orang lain dapat memahami atau yang sering disebut oleh seorang fenomenolog Edmund Husserl sebagai Intersubjectivity. Continue reading

Jiwa dan Badan menurut Ibn Sina

url

Jiwa dan badan merupakan tema besar hasil dialektika para filosof muslim sejak dahulu hingga sekarang, kerahasiaan jiwa dan hubungannya dengan badan membuat para filosof muslim maupun Barat berusaha memahami keterkaitan diantara keduanya. Sejak kemunculan positivism di Barat persoalan mengenai jiwa dan badan tidak lagi relevan karena jiwa yang dimaksud telah bergeser dari makna aslinya. Jiwa yang semula bersifat immateri dipahami sebagai bentuk neuron-neuron dan berupa hubungan antara stimulus dan respon atas kerja otak manusia, mematerikan jiwa sejalan dengan menolak spiritualitas manusia dan memandang manusia hanya sebagai hewan yang memiliki differensia berupa rasio saja minus spiritual. Continue reading

Filsafat Cahaya Suhrawardi

urlMateri dan bentuk menjadi tema utama perdebatan para filosof selama berabad-abad. Dalam memecahkan masalah materi dan bentuk, pengikut paripatetik berpendapat bahwa keduanya adalah dasar bagi terbentuknya segala sesuatu. Bagi mereka, eksistensi hayula mesti bergabung dengan bentuk.[1] Suhrawardi memberikan kritik yang ditujukan kepada pengikut paripatetik yang berasal dari aliran platonisme. Pengikut paripatetik mengatakan bahwa yang pertama muncul adalah jasad mutlak dan setelah itu baru bentuk.[2] Bahkan diantara mereka ada yang mengatakan bahwa yang pertama kali muncul adalah fisik lalu setelah itu aksiden-aksiden datang kepadanya. Menurut Suhrawardi pendapat dari kalangan paripatetik ini sangat lemah dan tidak berdasar., sebab seperti bentuk fisik manusia tidak mungkin bentuk fisik manusia muncul terlebih dahulu dan baru aksiden-aksidennya. Sehingga bentuk fisik lalu aksidennya adalah tidak benar dan mustahil. Maka dari itu tidak mungkin jismiah muncul terlebih dahulu baru diikuti dengan individu-individu, seperti pendapat Plato. Continue reading

Kritik Terhadap Filsafat Transenden Kant

Immanuel-KantKant berusaha mendamaikan dua arus besar dalam Filsafat yaitu antara Rasionalis dan Empiris, pemikiran kant di zaman pencarian kebeneran diwarnai oleh dua aliran yang bersitegang tersebut. Rasionalis yang diwakili oleh filosof seperti Leibniz menolak pengetahuan yang didapat dari penginderaan hanya rasionalitas yang memiliki validitas untuk mengetahui sesuatu, sedangkan para filosof empiris seperti Hume berpandangan sebaliknya bahwa yang memiliki kapasitas untuk mengetahui sesuatu hanyalah melalui indera karena kerancuan dan tidak ilmiahnya dan kerelatifan konsep-konsep rasionalitas maka harus ada verifikasi yang mutlak dan satu-satunya jalan ialah dengan ilmiah empiris. Continue reading

Filsafat Wujud Mulla Shadra

molla_sadra Para filosof agama sejak dahulu kala telah banyak membuktikan ekistensi Tuhan secara tradisional, yang saya maksud tradisional disini ialah membuktikan dengan segala sesuatu selain Tuhan, karena “jalan menuju tuhan juga beragam” akan tetapi bukti-bukti tersebut memiliki nilai yang terbatas. Tuhan sebagai dasar dari segala sesuatu pada intinya tidak dapat dibuktikan dengan sesuatu yang lain. Bagaimana Continue reading